Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW, Secara adat Bayan berjalan selama 2 hari. Hari pertama adalah persiapan bahan makanan dan persiapan upacara aat lain yang disebut “kayu aiq”, sementara hari kedua adalah Do’a dan makan bersama yang dipusatkan di Masjid Kuno Bayan. Para pelaksana “mulud adat Bayan” terdiri dari warga desa loloan, desa anyar, desa sukadana, desa senaru, desa karang bajo, desa bayan, yang semua desa tersebut merupakan kesatuan wilayah adat yang disebut komunitas adat bayan.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut masyarat bayan biasanya melakukan perhitungan berdasarkan ‘sereat’(Syari’at) adat Gama di Bayan “Mulud Adat Bayan”dilaksanakan pada dua hari setelah ketetapan kelender Islam.
Sejak pagi hari masyarakat adat bayan berbondong-bondong menuju “kampu” yaitu desa asli atau area pertama didiami oleh suku sasak islam bayan, mereka menyerahkan sebagian penghasilannya dari hasil bumi seperti, padi, beras ketan, kelap, sayur, buah dan hewan ternak beserta “batun dupa”(uang) dan menyatakan nadzarnya depa”inan menik” yaitu seseorang perempuan yang menerima hasil bumi dari para warga akan diolah menjadi hidangan (sajian) untuk dihaturkan kepada ulama atau tokoh adat sasak bayan dikeesokan harinya , hal ini adalah bentuk rasa syukur warga atas penghasilannya, kemudian “inan menik” akan meberi tandan di dahi dengan “mamaq” dari sirih sebagai ritual penandaan anak adat yang disebut “menyembeq”.
Selanjutnya Masyarakat saling membantu untuk membersihkan tempat yang disebut Balen Unggun ( tempat sekam/dedak), balen tempan(tempat alat penumbuk padi), membersihkan Rantok (alat menumbuk padi), membersihkan tempat gendang gerantunga, selanjutnya sebagian dari kelompok masyarakat menjemputgamlan gendang gerantung, setibanya, gendang gerantung ditempat yang sudah di sedikan dilakukan acara ritual selamatan penyambutan dan serah trima dengan ngaturan lekes buaq(sirih pinang), kemudian acara ritual” taikan mulud”.
Malam harinya bertpatan dengan bulan purnama para pemimpin adat dan agama mulai “ ngengalat” yaitu mendandani dalam ruangan masjid kuno dengan symbol-simbol sarat makna dan dimalam itu juga akan ada permaina yang dinamakan “presean” ini biasa dilakukan oleh “ pepadu” untuk menghibur warga. Seusai cara “semetian dan “presean” para pemimpin adat, pemimpin agama beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya berkumpul di “berugaq agung” untuk beristirahat.
Pada hari kedua warga perempuan adat mulai “menampiq beras” yaitu membersihkan beras dan “Misoq Beras” mencuci beras dengan iring-iringan panjang para perempuan adat dengan rapi berbaris dengan bakul beras dikepala menuju sebuah mata air lokoq masan segah namanya yang memang dikhususkan untuk mencuci beras dikala ritual dilaksanakan. Persyaratan para pencuci beras ini adalah perempuan yang tidak dalam masa haid). Setelah beras dicuci dan dimasak menjadi nasi tibalah saat untuk “Mengangeq” yaitu menata hidangan di tempat yang dibuat dan dirancang sedemekian rupa yang disebut” Ancaq”.
Pada sore ha ”Prajaul mulud” atau para pemuda adat yang telah didandani menyerupai pasaangan pengantin diiring bersama dari rumah”pembekel beleq bat orong” (pemangku adat dari Bayan barat) menuju masjid kuno dengan membawa sajiann yang berupa hidangan seperti nasi an lauk pauknya. “ Praja mulud” ini menggambarkan proses terjadinya perkawinan langit dan bumi, adam dan hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten yang dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan. (A.T.)
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut masyarat bayan biasanya melakukan perhitungan berdasarkan ‘sereat’(Syari’at) adat Gama di Bayan “Mulud Adat Bayan”dilaksanakan pada dua hari setelah ketetapan kelender Islam.
Sejak pagi hari masyarakat adat bayan berbondong-bondong menuju “kampu” yaitu desa asli atau area pertama didiami oleh suku sasak islam bayan, mereka menyerahkan sebagian penghasilannya dari hasil bumi seperti, padi, beras ketan, kelap, sayur, buah dan hewan ternak beserta “batun dupa”(uang) dan menyatakan nadzarnya depa”inan menik” yaitu seseorang perempuan yang menerima hasil bumi dari para warga akan diolah menjadi hidangan (sajian) untuk dihaturkan kepada ulama atau tokoh adat sasak bayan dikeesokan harinya , hal ini adalah bentuk rasa syukur warga atas penghasilannya, kemudian “inan menik” akan meberi tandan di dahi dengan “mamaq” dari sirih sebagai ritual penandaan anak adat yang disebut “menyembeq”.
Selanjutnya Masyarakat saling membantu untuk membersihkan tempat yang disebut Balen Unggun ( tempat sekam/dedak), balen tempan(tempat alat penumbuk padi), membersihkan Rantok (alat menumbuk padi), membersihkan tempat gendang gerantunga, selanjutnya sebagian dari kelompok masyarakat menjemputgamlan gendang gerantung, setibanya, gendang gerantung ditempat yang sudah di sedikan dilakukan acara ritual selamatan penyambutan dan serah trima dengan ngaturan lekes buaq(sirih pinang), kemudian acara ritual” taikan mulud”.
Malam harinya bertpatan dengan bulan purnama para pemimpin adat dan agama mulai “ ngengalat” yaitu mendandani dalam ruangan masjid kuno dengan symbol-simbol sarat makna dan dimalam itu juga akan ada permaina yang dinamakan “presean” ini biasa dilakukan oleh “ pepadu” untuk menghibur warga. Seusai cara “semetian dan “presean” para pemimpin adat, pemimpin agama beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya berkumpul di “berugaq agung” untuk beristirahat.
Pada hari kedua warga perempuan adat mulai “menampiq beras” yaitu membersihkan beras dan “Misoq Beras” mencuci beras dengan iring-iringan panjang para perempuan adat dengan rapi berbaris dengan bakul beras dikepala menuju sebuah mata air lokoq masan segah namanya yang memang dikhususkan untuk mencuci beras dikala ritual dilaksanakan. Persyaratan para pencuci beras ini adalah perempuan yang tidak dalam masa haid). Setelah beras dicuci dan dimasak menjadi nasi tibalah saat untuk “Mengangeq” yaitu menata hidangan di tempat yang dibuat dan dirancang sedemekian rupa yang disebut” Ancaq”.
Pada sore ha ”Prajaul mulud” atau para pemuda adat yang telah didandani menyerupai pasaangan pengantin diiring bersama dari rumah”pembekel beleq bat orong” (pemangku adat dari Bayan barat) menuju masjid kuno dengan membawa sajiann yang berupa hidangan seperti nasi an lauk pauknya. “ Praja mulud” ini menggambarkan proses terjadinya perkawinan langit dan bumi, adam dan hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten yang dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan. (A.T.)
Tidak ada komentar: