Bentuk lumbung pangan ada yang merupakan lumbung keluarga tapi ada juga lumbung masyarakat. Kelembagaan lumbung pangan masyarakat banyak yang tingkatannya sederhana serta terus berorientasi sosial. Namun demikian banyak lumbung masyarakat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan melalui proses-proses yang sesuai dengan kultur setempat. Upaya ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi terhadap perwujudan ketahanan pangan dan kedaulatan petani.
Selain itu diharapkanakan berdampak pada tumbuhnya lembaga social ekonomi masyarakat ini mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan. Hal ini karena lumbung pangan terbukti memiliki potensi dan daya adaptasi yang tinggi dari berbagai situasi. Pengalaman pada saat krisis ekonomi telah memberikan pelajaran bahwa lumbung pangan cukup efektif melayani kebutuhan pangan masyarakat.
Berangkat dari kebutuhan mendorong tumbuh dan berkembangnya lumbung dalam kelompok masyarakat, berikut salah satu model lumbung pangan perorangan dan komunitas yang telah berkembang sejak lama dan eksis hingga saat ini. Model lumbung Uma Lengge yang mulai ditinggalkan masyarakat, namun masih eksis di desa Maria, kecamatanWawo, kabupaten Bima (Nusa Tenggara Barat).
Di Kabupaten Bima terdapat rumah tradisional yang disebut “Uma Lengge”. Uma berarti berarti rumah dan lengge berarti mengerucut / pucuk yang menyilang. Uma lengge merupakan rumah tradisional peninggalan nenek moyang suku Bima.
Secara umum struktur uma lengge berbentuk kerucut setinggi 5 cm sampai 7 cm, bertiang 4 dari bahan kayu, beratap alang-alang yang sekaligus menutupi tiga per empat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk dibagian bawah atap, terdiri atas atap rumah atau butuuma yang terbuat dari alang-alang, langit-langit atau tajauma yang terbuat dari kayu lontar, serta lantai tempat tinggal terbuat dari kayu pohon pinang atau pohon kelapa. Pada bagian tiang rumah juga digunakan kayu sebagai penyanggah, yang fungsinya sebagai penguat setiap tiang-tiang uma lengge.
Uma lengge terdiri dari 3 lantai. Lantai pertama dipergunakan untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat, lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur, sementara itu lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan, seperti padi dan lain-lain.
Secara geografis uma lengge berlokasi di tiga tempat yaitu di Desa Maria Kecamatan Wawo, Desa Mbawa Kecamatan Donggo dan Desa Sambori Kecamatan Lambitu. Rumah tradisional Bimak hususnya di wilayah Mbawa dan Padende (Donggo) disebut Uma Leme. Dinamai demikian karena rumah tersebut atapnya lebih runcing daripada uma lengge. Di Kecamatan Donggo juga terdapat lengge, meskipun memiliki sedikit perbedaan dengan uma lengge yang ada di Sambori maupun uma lengge yang ada di Wawo.
Lengge sebenarnya merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba. Sejak dulu, bangunan seperti ini tersebar di berbagai wilayah seperti di kecamatan Wawo, Sambori dan Donggo. Khusus di Donggo terutama di desa Paden dedan Mbawa terdapa trumah yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat runcing melebihi Lengge. Atapnya dibuat mencapai hingga kedinding rumah. Saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge semakin sedikit.
Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori (sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima), desa Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro. Di kecamatan Donggo juga terdapat Lengge. Meskipun memiliki sedikit perbedaan dengan Lengge Sambori maupun Lengge yang ada di Wawo. Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5- 7 cm, bertiang empat dari bahan kayu, beratapalang-alang yang sekaligus menutupi tiga perempat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk dibawah (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima. Buletin Bima Akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar, hal 161).
Fungsinya Lengge-lengge yang ada di kecamatan Wawo saat ini sudah banyak yang difungsikan hanya sebagai lumbung pangan terutama padi. Menurut cerita John Ali (warga desa Maria), isi Uma Lengge sebenarnya sangat beragam bukan hanya padi, tatapi berbagai serelia termasuk gandum, sorgum, cantel, jagung, dll. Namun seriring berubahnya model pertanian diwilayah tersebut, isi lumbung lebih didominasi oleh gabah kering.
Penyimpanan hasil panen terutama padi atau gabah dilakukan secara bersama-sama di Uma Lengge dan Uma Jompa dalam satu kompleks. Hal inilah, yang membuat masyarakat Desa Maria di Wawo, membuat lumbung secara bersama-sama yang dijaga secara khusus oleh dua juru pelihara desa. Tiap kali panen tiba, masyarakat Desa Maria selalu menyimpan padi-padi dan gabah mereka di lumbung ini. Demikian halnya dalam mengambil isi lumbung, dibuat jadwal pada hari tertentu ( 1 minggu satu kali pada hari Selasa ). Aturan ini mendorong setiap keluarga mempunyai management dalam menggunakan sumberdaya pangan yang dimilikinya.
Kepemilikan lumbung Uma Lengge dan Uma Jompa, diwariskan secara turun temurun dalam setiap keluarga. Hal ini mencegah terjadinya perselisihan lahan untuk lokasi penyimpanan pangan. Tiap kepala keluarga di Desa Maria yang mendapat warisan dari turun temurunnya memiliki satu Uma Lengge. Ada pula yang dimiliki beberapa keluarga namun masih bersaudara atau berfamili. Uma Lengge dan Uma Jompa dipakai hingga anak cucu masyarakat Desa Maria yang memilikinya.
Keberadaan Uma Lengge dinilai sangat membantu masyarakat dalam mengamankan logistic berupa padi dan berbagai serelia lainnya untuk kebutuhan mereka setahun. Masyarakat Desa Maria pada umumnya hanya melakukan panen satu tahun sekali. Keberadaan lengge di kecamatanWawo saat ini telah menjadi salah satu obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan meneliti tentang sejarah Uma Lengge. (tiny)
Tidak ada komentar: