Mimpi anak Pulau Seribu Masjid - LPM Sativa
Kamis, 06 Desember 2018

Mimpi anak Pulau Seribu Masjid

oleh : OKI

    Milyaran bintang menodai wajah langit bulan Agustus, sang raja malam berdiri kokoh. Alam sudah terlewat kelam, entah sudah berapa kali mataku terarah pada jam ponsel milikku, masih jam 23.00 Wita, kuhela nafas pendek, waktu seakan berjalan jauh lebih lambat melawan detakan jantungku yang malah mempercepat. Kutengadahkan kepalaku menatap langit, sekelebat ada bayangan wajah yang tergambar disana. Iya! Benar, bayangan wajah Pulauku yang masih bisa tersenyum walaupun sedang dilanda bencana. Itulah Lombok ku, pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya dan keramahan penduduknya kini sedang berduka. Pulau yang akrab dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid kini menjadi pulau seribu gempa dan seribu tenda. Aku jadi teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu dimana Ayah, Ibu dan Adikku menjadi mangsa ganasnya gempa, mereka telah dipanggil oleh Yang Maha Pencipta, meninggalkan diriku untuk selamanya. Aku sempat berfikir “Sejahat itukah Tuhan kepadaku?”, namun hatiku tersadar bahwa bencana ini adalah teguran dari-Nya serta cobaan untuk ku. Kini aku hanya anak sebatang kara yang hidup dengan mempunyai sejuta mimpi dan cita-cita. Tak terasa air mata ini keluar mengalir membasahi pipiku. 

Beberapa menit kemudian, terdengar suara warga yang berteriak kencang.“Gempaaa! Gempaaa! Gempaaa!” sontak akupun terbangun dan tersadar dari lamunanku serta langsung berlari meninggalkan tenda pengungsian menuju tempat yang lebih aman. Iya! Benar, gempa dengan kekuatan magnitude 7,0 SR untuk kesekian kalinya kembali mengguncang pulauku ini. Tidak ada kata bosan gempa ini singgah di Pulauku. “Apakah korban jiwa yang selama ini menjadi mangsamu belum cukup?” gumamku dalam hati. Malam ini pun menjadi malam yang penuh dengan ketakutan dan keresahan bagi diriku maupun warga yang lain. 

Perkenalkan namaku Gempita, usiaku 17 tahun dan aku merupakan salah satu siswi dari salah satu sekolah negeri di Lombok.Sudah 3 minggu lebih aku dan teman-temanku tidak pergi ke sekolah dikarenakan keadaan di Pulauku ini belum aman sebab masih sering terjadi gempa susulan. Namun, aku berfikir bahwa menuntut ilmu tidak hanya disekolah saja bukan? Ya! Itu memang benar. Oleh karena itu aku bersama teman seperjuanganku Via dan Valen membentuk kelompok belajar atau sekolah sementara untuk kami dan anak anak yang berada di posko pengungsian tempat kami tinggal saat ini. Dan mulai saat itu kami selalu belajar bersama setiap hari dengan tempat dan alat tulis seadanya, karena dengan langkah ini setidaknya kami masih bisa mendapatkan ilmu. Hingga waktu itu, saat kami sedang belajar bersama aku dihampiri oleh relawan dari PMI yang aku tau mereka dari kota kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, Pontianak, Palembang, Bandung, Medan dan Kota besar lainnya.Yang dimana merekalah yang nantinya akan membantu ku dan teman temanku dalam mendirikan sekolah sementara yang lebih layak.

“Selamat pagi” sapa salah seorang relawan kepada kami yang sedang belajar bersama pagi itu. Sontak kamipun langsung menjawab dengan penuh semangat “Selamat Pagi Kak!” Pagi itu kakak-kakak relawan mengajak kami belajar sambil bermain bersama, sekaligus untuk menghilangkan trauma yang masih dirasakan oleh kami. Tepat jam 12.00 siang kegiatan belajar bersama usai, akupun langsung membantu beberapa relawan yang membagikan makan siang kepada para korban gempa yang ada di pengungsian ini termasuk diriku. Kegiatan itupun sudah merupakan kebiasaanku saat pertama kali di posko pengungsian ini. Aku sendiri sudah akrab dengan beberapa relawan disini. Aku sangat bangga kepada mereka! Mereka rela meninggalkan keluarganya demi membantu meringankan beban saudara-saudara mereka yang terkena musibah. Terkadang aku sering bertanya kepada salah satu daru mereka! “Apakah kalian tidak berat hati meninggalkan keluarga kalian demi kami?" Lalu dengan tersenyum mereka menjawab pertanyaanku itu! "Kalian adalah saudara setanah airku, kalian adalah keluargaku juga! Maka apabila salah satu dari saudaraku menderita maka kami juga akan ikut merasakannya! Tentu meninggalkan keluarga kami merupakan hal yang berat. Namun disini kami juga datang karena saudara kami, keluarga kami sedang membutuhkan bantuan dari kami! Mungkin hari ini kami yang membantu kalian tapi suatu saat kelak pasti kami juga butuh bantuan kalian.!" Jawab salah seorang relawan yang aku kenal dengan nama Nanda Hafiza Putri seorang relawan dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Jawaban itu mengetuk hatiku bahwa kita benar benar beruntung hidup di negara tercinta ini. Iya! INDONESIA. Negara yang dihiasi dengan beragam agama,budaya,bahasa serta suku yang berbeda beda membuat kita sadar bahwa walaupun berbeda tetapi kita tetap satu itulah makna semboyan bangsa kita yakni "Bhineka Tunggal Ika" semboyan yang membuat kita disegani oleh bangsa lain dan semboyan inilah yang membuat kita memiliki jiwa persaudaraan serta persatuan yang besar.

Cahaya Pagi Berganti Dinginnya malam tak terasa Sudah sebulan lebih kami menuntut ilmu disekolah sementara ini dengan Bimbingan dari kakak-kakak relawan. Sudah banyak ilmu yang aku dapatkan dari mereka, tidak hanya ilmu matematika, bahasa dan budaya, akan tetapi ilmu kepemimpinan, kedisiplinan serta kepedulian kami dapatkan juga dari mereka. Namun, hari ini adalah hari dimana aku merasa sangat sedih. Karena , mungkin ini adalah hari terakhir bagiku untuk bertemu dengan kakak kakak relawan terbaik yang pernah ada di dunia. Karena, mereka akan kembali pulang ke keluarganya. Mereka yang selama ini bersama kami dalam suka maupun duka di pengungsian ini. Harus berpisah entah kapan kami akan dipertemukan kembali. Tak terasa air mataku mengalir membasahi kedua pipiku saat aku dipeluk oleh seorang relawan dari Kalimantan Barat yang bernama Kak Hafiza. Relawan yang berparas cantik nan baik ini sudah aku anggap sebagai kakak ku sendiri, dialah yang memberi semangat serta dukungan kepadaku dan anak anak lain di pengungsian ini agar terus dan selalu semangat dalam menuntut ilmu. "Kalian jangan sedih, teruslah menuntut ilmu agar cita cita yang kalian inginkan tercapai dan buatlah pulau kecilmu ini bangkit dari kesedihannya! Kakak yakin kalian kalian ini akan menjadi orang orang sukses dan nantinya akan kembali membuat Pulau Lombok ini mendunia. Tetap semangat! Jangan menyerah demi menggapai cita cita kalian!" Itulah kata motivasi terakhir yang Kak Hafiza berikan kepada kami sebelum ia pergi meninggalkan posko pengungsian untuk kembali ke keluarganya. Walaupun kami sudah ditinggalkan oleh kakak-kakak relawan yang dimana merupakan kakak sekaligus guru bagi kami, kami tetap belajar dan menuntut ilmu disekolah sementara yang kami buat bersama-sama ini. Dengan semangat yang terus berkobar dan tekad yang bulat dalam menuntut ilmu serta bersungguh sungguh dalam menggapai cita-cita. Aku dan anak-anak dipengungsian ini terus menggali ilmu serta kemampuan yang kami miliki.

“Hidup memang tidak mudah, dibutuhkan semangat untuk menjalaninya. Disaat kamu ingin menyerah, ingatlah ada sebuah api yang selalu berkobar dihatimu. Api yang tidak bisa dipadamkan dengan apapun juga. Api yang tidak akan padam walaupun disiram hinaan dan cibiran, tidak akan padam walaupun ada ujian dan kesedihan. Api yang akan selalu menyala walaupun ada kendala. Ingatlah itu! Tugasmu belum selesai perjuangan belumlah usai. Garis finish masih jauh didepan, garis finish menunggumu raih kemenangan. Inilah saatnya wujudkan mimpi menjadi nyata dan inilah saatnya tunjukan ke dunia bahwa kamu bisa”. Kata kata itulah yang membuatku saat ini bisa mengenyam pendidikan di Oxford University sebagai mahasiswa penerima beasiswa ilmu geografi satu satunya dari Indonesia. Yang ternyata adalah anak Pulau Seribu Masjid yang hidup sebatang kara, namun memiliki tekad serta jutaan mimpi untuk pulau tercinta. Tentu itu semua berkat ilmu-ilmu yang aku dapatkan dari guru maupun kakak-kakak relewan yang begitu berjasa sekitar 4 tahun yang lalu dan kini masih ku ingat serta tak akan pernah kulupakan semua jasa jasanya. 

Cita-citaku selama ini untuk bisa membuat Lombokku bangkit dan tersenyum mulai sepenuhnya tercapai, Lombokku kini kembali menjadi primadona dunia, itu semua berkat Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan sebongkah mutiara di Lombok. Mutiara yang berjiwa semangat tinggi, serta mimpi dengan sejuta prestasi. Iya! Mutiara itu adalah Anak-anak Pulau Seribu Masjid. Anak-anak yang akan terus memberikan prestasi dan kebahagian serta kebanggaan untuk Pulau tercinta. Esok aku akan kembali ke Pulau kecilku untuk mengabdi kepada Lombokku sampai akhir hidupku. Terima Kasih Tuhan! Sekarang aku mengerti! Bencana yang Engkau kirimkan 4 tahun lalu adalah awal dari kebangkitan pulauku ini dan proses dari perjalanan hidupku. Selesai!
Mimpi anak Pulau Seribu Masjid Reviewed by Redaksi V 091 on 12/06/2018 Rating: 5 oleh : OKI     Milyaran bintang menodai wajah langit bulan Agustus, sang raja malam berdiri kokoh. Alam sudah terlewat kelam, entah sudah...

Tidak ada komentar: