Cerpen : KAMPUSKU SAYANG, KAMPUSKU MALANG - LPM Sativa
Minggu, 28 Februari 2021

Cerpen : KAMPUSKU SAYANG, KAMPUSKU MALANG

 “Tuhan, apakah wabah ini akan menetap selamanya di negeriku? Sebab, demi apapun aku rindu negeriku yang dulu, aku rindu dengan pendidikanku yang dulu. Apakah kami mahasiswa akan selamanya menikmati pahit manisnya sebuah daring?”

Sekelibat pertanyaan itu muncul dalam benakku setelah membaca surat keputusan tentang sistem perkuliahan tahun ini. Bulan purnama tampak masih segar dan bahkan entah ratusan atau ribuan bintang kelap-kelip berebut tempat di atap semesta. Sangat ramai. Sedang hanya aku yang duduk sendiri memikirkan kelancaran kuliahku besok pagi, tetapi sesekali aku membayangkan diriku belajar di dalam sebuah gedung berwarna, berlogokan Universitas Mataram. 

Ahh, sudahlah, itu hanya khayalan saja. Aku yakin suatu saat nanti pasti akan kembali seperti dulu, nikmati dan jalani saja dulu.

***


“Kukuruyuk ... kukuruyuk ... kukuruyuk ....”

Suara ayam yang saling sahut-sahutan benar-benar memekakan telinga yang masuk melalui bilik kecil kamarku, membuat bingkai mataku sedikit demi sedikit mulai terbuka, meski sepenuhnya nyawaku belum terkumpul. Ketika kesadaran sepenuhnya utuh, hawa dingin menyentuhku hingga kakiku rasanya seperti di rendam es. Padahal, pagi di luar jendela sama sekali tidak berembun, justru bulan pun masih semangat dengan cahaya terangnya. Iya, seperti Ibu yang semangat sekali membangunkanku.

“Nak ... bangun sholat subuh dan kamu kan kuliah online hari ini,” suara Ibu sedikit teriak.

“Hoam ... Iya Bu, bentar. Ini mau keluar, mau ke toilet,” jawabku sembari menguap.

Segera kusambar handuk biru bergambar doraemon dengan warna kesukaanku, kakiku terseok-seok menuju toilet. Rasanya, malas sekali memulai aktivitasku hari ini. Setelah menyelesaikan ritual pagiku, aku pun buru-buru menuju meja makan untuk sarapan. Tanpa disadari waktu terus berputar, tiba-tiba aku tak sengaja melihat jam dinding rumah.

Kaget.

“Hah!? Demi apa!? Kok tiba-tiba sudah jam 7?” tanyaku dengan melalakkan mata.

Aku pun lari kocar-kacir ke kamar mencari gadgetku itu, iya handphoneku. Benda yang setia menemaniku itu. Hiperbola. Handphone yang sudah lama usianya dan terbilang sudah kadaluarsa.

“Huh!? Benda yang ku cari sudah ketemu,” kataku dengan suara sedikit desah.

 Aku pun langsung mengaktifkan penggunaan data seluler. Ternyata, seratusan notif sudah terkumpul di WhatsApp Grup mata kuliah itu, yang juga membuat tanganku ikut bergetar. Telat. Itu bisa dibilang sudah kebiasaan yang ku alami selama kuliah daring ini. Hari ini ada tiga mata kuliah, dua mata kuliah pagi dan satu mata kuliah waktunya sore.

Kuliah hari ini cukup membuatku takut, bukan karena dosennya melainkan handphoneku yang tidak baik-baik saja. Semenjak belajar online, handphoneku ini sangat memprihatinkan, suka mati tiba-tiba. Ah, sial, aku sangat takut itu terjadi.

“Addduh, gimana ini? semoga gak mati nih hp,” ucapku penuh harap.

“Hey, tenang, fokus kuliah hari ini! jangan takut.”

Maka, dengan keyakinan yang kuat bahwa kuliah hari ini akan baik-baik saja. Di saat aku mulai fokus, salah seorang teman organisasi mengirimiku pesan untuk pergi ke kampus setelah selesai jam kuliah. 

Iya ... aku terima saja karena itu rapat organisasiku, lagi pula kuliahku juga nanti sore dilanjutkan. Jadi, ada jeda setelah zhuhur untuk kesana dan lumayan dekat jarak kampus dengan jarak gedung yang berdiri kokoh dengan kebanggaannya itu.

“Baik adik-adik, saya akhiri perkuliahan hari ini, sekian dan selamat siang.”

Membaca pesan penutup bapak dosen ini, aku bergegas untuk menuju ke kampus.

Tepat setelah zhuhur, aku berangkat menuju kampus. Setelah beberapa menit, aku sudah sampai di lingkungan kampus dan menuju ke ruangan rapat tempat organisasiku, kebetulan rapatnya di Fakultas Pertanian. Aku pun melangkahkan kaki menelusuri lorong-lorong koridor kampus dengan menapaki jejak menuju ruangan itu. Sepi. Iya memang saat ini tidak banyak mahasiswa di kampus. Biasanya mahasiswa berdatangan dengan hilir mudik berjalan santai dan biasanya berdiskusi di gazebo atau berugaq (Sejenis gazebo berbahan kayu yang biasanya beratap alang-alang). Namun, suasana kampus tercinta ini berubah semenjak wabah covid-19 yang tak kunjung pergi di lingkaran negeri ini.

“Assalamualalaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh ,” ucapku sembari memasuki ruangan rapat.

“Waalaikumussalam Warohmatullahi Wabarokaatuh,” jawab semuanya dengan serentak.

Tak lama ku memasuki ruangan ini, rapatnya pun sudah dimulai. Waktu rapatnya sengaja dipercepat, karena sebagian dari kami ada jam kuliah sore. 

***


“Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)

Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)

Hayya 'alashshalaah (2x)

Hayya 'alalfalaah. (2x)

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)

Laa ilaaha illallaah (1x)”

Terdengar suara adzan berkumandang membuat kami terdiam sejenak, dan ini berarti kami akan menutup rapat pada sore hari ini, mengingat banyaknya dari kami ada jam kuliah. Aku pun bergegas untuk sholat sembari menunggu jam kuliah sore ini. Ini kuliah online kali pertama di kampus. Senang. Karena kuliah bareng teman-teman mungkin cukup menyenangkan.

Duduk di bersama di gazebo, dengan kebersamaan yang jumlahnya mungkin bisa dihitung. Tapi dengan ini, aku bisa melihat atau membandingkan suasana mereka kuliah online seperti apa. Apakah mereka serius seperti halnya belajar di ruangan? Atau kebalikannya? Entahlah. Hal itu akan ku lihat setelah mereka sedang kuliah sekarang ini. 

Kini kuliahku sudah mulai dan teman-teman yang lain sedang berlangsung juga. Deg!

Mungkin hanya aku yang tegang kuliahnya, menggunakan zoom dengan dosen yang tergolong killer hingga tak ada yang berbisik dan berkutik. Semuanya berlangsung beku,

sebeku es!

Namun sembari aku menyimak, aku juga mengamati temen-temen yang kuliah online di sekitarku. 

Hmm ... prihatin. Kaget. Berbagai macam tingkah yang ku temui ketika kuliah online ini. Ada yang serius menyimak, ada yang hanya absen terus ditinggal rebahan begitu saja sementara dosen sedang menjelaskan materi panjang lebar, dan berbagai tingkah lainnya.

Miris sekali teman-temanku. Ternyata, apa yang ku pikirkan itu beneran, semuanya
berkebalikan.
“Hey! Kenapa kamu melamun?” tanya teman dekat dudukku sembari menepuk
pundakku.
“Hmm, tidak apa-apa. Cuma miris aja lihat temen –temen kita yang kuliah online
seperti itu, kataku sambil geleng-geleng kepala dan memainkan tangan.
“Itu mah sudah biasa, makanya mikir, bagaimana pendidikan negara kita ke
depannya? Sedangkan saat ini dihadapi masa pandemi yang efeknya ke semua aspek terutama di bidang pendidikan ini,” jelas temanku.
“Iya benar. Kampus dituntut agar memantau sejauh mana perkembangan mahasiswanya dan tetap menjaga nama baik serta menjadikan kampus tersebut dikenal
dengan mahasiswanya yang berkompeten,” jelasku.
“Kira-kira kemana yaa arahnya pendidikan kita nantinya?” pikir temanku.
“Tidak bisa dipungkiri memang kalau masalah kayak gini,”balasku.
“Cukup malang sih kampus kita kalau kita lihat kondisi saat ini, namun sebenarnya
masa pandemi ini jangan kita jadikan alasan untuk tidak belajar, pemerintah juga sedang
berusaha mencari jalan keluar dari masalah ini,” tegas temanku.
“Dulu dengan semangatnya kita kuliah bersama-sama dan berbincang secara langsung ya, tapi sekarang berubah,” ucapku.
“Dan sekarang kita hanya bisa membayangkan semua itu,”balasnya sambil menutup
mulut.
“Adduh, kenapa bisa begini yaa?” tanyaku
“Entah,” balasnya.
“Huh!? Udahlah, ku juga hampir lupa! kita juga sedang kuliah, kenapa kita malah
diskusi,” ujarku sambil mengelus dada.
“Ahh, iya! Tuhkan tanpa kita sadari, kita juga melakukan hal itu. Miris emang. Dan
tidak tau sampai kapan semua ini akan berakhir,”kata temenku sedikit tertawa kecil.
“Udahlah, yok fokus,” balasku sambil mendengar penejelasan pak dosen.
Tak terasa waktu kuliah pun sudah selesai dan senja sudah mulai menampakkan
dirinya, semuanya pun dengan entengnya bergegas untuk pulang, entah ilmunya masuk atau tidak. Tapi ku lihat semuanya santai-santai saja. 
Hah!? Sudahlah. Semoga semuanya bisa berubah lebih baik lagi . (Irma) 

Cerpen : KAMPUSKU SAYANG, KAMPUSKU MALANG Reviewed by Team LPM SATIVA on 2/28/2021 Rating: 5  “Tuhan, apakah wabah ini akan menetap selamanya di negeriku? Sebab, demi apapun aku rindu negeriku yang dulu, aku rindu dengan pendidikanku...

Tidak ada komentar: