Fosil pertama kera raksasa purba di Indonesia ditemukan di situs Semedo, Tegal, Jawa Tengah. Penemuan tersebut memberi petunjuk bahwa kera raksasa purba atau kingkong pernah hidup di Indonesia, khususnya tanah Jawa.
"Ini ditemukan oleh warga pada bulan Juli lalu. Kita berhasil mengonfirmasi bahwa ini milik kera raksasa Jawa," ungkap Siswanto, Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, ketika dihubungiKompas.com, Senin (1/12/2014).
Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bawah. Awalnya, fosil itu diduga milik manusia. Akan tetapi, saat menganalisis ukuran dua gigi geraham yang besar, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta meyakini bahwa fosil tersebut bukan milik manusia, melainkan kera raksasa.
Temuan ini mencengangkan sebab selama ini Gigantopithecusatau kera raksasa yang ukurannya mencapai 3 meter dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.
"Ini temuan pertama di Indonesia," kata Siswanto. Dia menambahkan, kera raksasa yang ditemukan di Semedo berbeda dengan di Asia Selatan dan Tiongkok. "Kalau di India, misalnya, ukurannya lebih kecil," imbuhnya.
Ada beragam jenis Gigantopithecus yang tersebar di dunia, antara lain G giganteus, G bilaspurensis, dan G blacki. Jenis yang fosilnya dijumpai di Semedo adalah G blacki.
Tulang Gigantopithecus ini ditemukan pada lapisan tanah dengan umur geologi mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan ini mendukung gagasan bahwa kera raksasa pernah menyebar hingga ke Indonesia.
Jutaan tahun lalu, daratan Asia dan wilayah Jawa, Sumatera, serta Kalimantan masih tergabung dalam satu pulau raksasa. Kondisi tersebut memungkinkan hewan darat seperti kera raksasa menyebar hingga ke Tanah Air.
Siswanto mengutarakan, kera raksasa purba menghuni Jawa pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun lalu. Setelahnya, spesies tersebut punah, diduga akibat perubahan iklim.
"Ada perubahan iklim mendadak dari ekstrem dingin menjadi kering. Kera raksasa dengan ukurannya yang besar tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga akhirnya punah," ujar Siswanto.
Siswanto percaya, kera raksasa tidak hanya bisa dijumpai di Jawa, tetapi juga Sumatera dan Kalimantan. Hanya, kondisi pengendapan di Sumatera dan Kalimantan mungkin tidak mendukung terawetkannya tulang sehingga fosil tak ditemukan.
Siswanto menguraikan temuan fosil kingkong purba tersebut dalam acara kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada Sabtu (29/11/2014). Dalam acara itu, dia juga menguraikan temuan penting lain di situs Semedo.
Salah satu temuan lain dari situs Semedo adalah gajah kerdil purba atau Stegodon (pygmy) semedoensis. Jenis stegodon tersebut diyakini endemik Semedo, tak bisa dijumpai di wilayah lain.sumber:Kompas.com
"Ini ditemukan oleh warga pada bulan Juli lalu. Kita berhasil mengonfirmasi bahwa ini milik kera raksasa Jawa," ungkap Siswanto, Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, ketika dihubungiKompas.com, Senin (1/12/2014).
Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bawah. Awalnya, fosil itu diduga milik manusia. Akan tetapi, saat menganalisis ukuran dua gigi geraham yang besar, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta meyakini bahwa fosil tersebut bukan milik manusia, melainkan kera raksasa.
Temuan ini mencengangkan sebab selama ini Gigantopithecusatau kera raksasa yang ukurannya mencapai 3 meter dipercaya hanya tersebar di Tiongkok, Asia Selatan, dan wilayah Vietnam yang dekat dengan Tiongkok.
"Ini temuan pertama di Indonesia," kata Siswanto. Dia menambahkan, kera raksasa yang ditemukan di Semedo berbeda dengan di Asia Selatan dan Tiongkok. "Kalau di India, misalnya, ukurannya lebih kecil," imbuhnya.
Ada beragam jenis Gigantopithecus yang tersebar di dunia, antara lain G giganteus, G bilaspurensis, dan G blacki. Jenis yang fosilnya dijumpai di Semedo adalah G blacki.
Tulang Gigantopithecus ini ditemukan pada lapisan tanah dengan umur geologi mencapai satu juta tahun lalu. Lokasi penemuan ini mendukung gagasan bahwa kera raksasa pernah menyebar hingga ke Indonesia.
Jutaan tahun lalu, daratan Asia dan wilayah Jawa, Sumatera, serta Kalimantan masih tergabung dalam satu pulau raksasa. Kondisi tersebut memungkinkan hewan darat seperti kera raksasa menyebar hingga ke Tanah Air.
Siswanto mengutarakan, kera raksasa purba menghuni Jawa pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun lalu. Setelahnya, spesies tersebut punah, diduga akibat perubahan iklim.
"Ada perubahan iklim mendadak dari ekstrem dingin menjadi kering. Kera raksasa dengan ukurannya yang besar tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga akhirnya punah," ujar Siswanto.
Siswanto percaya, kera raksasa tidak hanya bisa dijumpai di Jawa, tetapi juga Sumatera dan Kalimantan. Hanya, kondisi pengendapan di Sumatera dan Kalimantan mungkin tidak mendukung terawetkannya tulang sehingga fosil tak ditemukan.
Siswanto menguraikan temuan fosil kingkong purba tersebut dalam acara kuliah umum di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada Sabtu (29/11/2014). Dalam acara itu, dia juga menguraikan temuan penting lain di situs Semedo.
Salah satu temuan lain dari situs Semedo adalah gajah kerdil purba atau Stegodon (pygmy) semedoensis. Jenis stegodon tersebut diyakini endemik Semedo, tak bisa dijumpai di wilayah lain.sumber:Kompas.com
Tidak ada komentar: