Pembayaran SPP, Adilkah? - LPM Sativa
Selasa, 01 November 2016

Pembayaran SPP, Adilkah?



Oleh : Fatimatuz Zahra



Berbicara tentang dunia perkuliahan sangat erat kaitannya dengan biaya yang banyak, sehingga seringkali pilihan untuk melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi menjadi momok yang ditakutkan di Kalangan Bawah. Bagi mereka melanjutkan pendidikan tidaklah mungkin bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sangat menyusahkan. Hal inilah yang membuat mereka (Kalangan Bawah) enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Mereka lebih memilih  bekerja, supaya dapat mengurangi beban hidupnya. Menurut mereka, kuliah itu hanya akan menambah biaya hidup dan sebagian besar dari mereka memiliki pemikiran yang sama, bukan karena mereka enggan untuk melanjutkan ke jenjang Perguruan tinggi namun, ini semua terjadi karena himpitan keadaan hidup yang memaksa mereka untuk berhenti melanjutkan pendidikannya. yah lagi-lagi persoalan biaya. Yah beginilah wajah pendidikan yang ada di Indonesia, kalau sudah begini siapa yang akan disalahkan?  Dia, Anda, atau Mereka?. Jelas itu bukan jawabannya karena, tidak ada yang mau terlahir menjadi seseorang yang serba kekurangan kalau boleh memilih mereka ingin hidup dengan kebutuhan yang selalu terpenuhi. Lantas apa yang akan dilakukan pihak pemerintah untuk menyelamatkan bangsa ini?, Mengapa bangsa?, Apa kaitannya bangsa dengan permasalahan ini?, sangat jelas sekali bahwa  permasalahan anak-anak yang enggan melanjutkan pendidikan akan berdampak besar bagi bangsa.

Seperti yang dikatakan dalam salah satu pidato presiden Republik Indonesia yang pertama “Berikan aku sepuluh pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia ini”. Dari potongan kalimat itu kita dapat menyimpulkan bahwa pemuda di Indonesia ini memiliki power yang besar untuk bisa membawa bangsa dan negaranya menjadi lebih baik. Pemuda adalah harapan bangsa, pemuda adalah pelita bangsa. Pemuda seperti apa yang dimaksudkan dalam kalimat itu?, Pemuda yang seperti ini, pemuda yang tidak memiliki semangat dalam melanjutkan pendidikan hanya karena terhalang biaya. Jawabannya tentu tidak, jika pemuda yang dimaksudkan seperti itu niscaya seribu pemuda pun tidak akan mampu mengguncang dunia. Kembali ke pertanyan awal, apa yang dilakukan pihak pemerintah terkait dengan permasalahan ini. Kabar baiknya saat ini pemerintah telah menyalurkan bantuan salah satunya adalah  melalui pemberian beasiswa untuk mahasiswa yang berprestasi dan kurang mampu seperti “Bidik Misi” yang diberikan Pemerintah melalui Direktotar Jenderal Pendidikan Tinggi) Ditjen Dikti yang diharapkan beasiswa yang ada ini dapat dipergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan mahasiswa termasuk persoalan pembayaran SPP yang harus dibayar per semester.

Terkait dengan pemberlakuan pembayaran SPP, di kampus kuning yakni Fakultas Pertanian memiliki cukup banyak polemik baik itu di kalangan mahasiswa maupun orang tua. Pembayaran SPP di kampus kami menggunakan sistem grade ataupun golongan yang didasarkan atas pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua. Tindakan ini ditujukkan untuk membantu mereka yang kurang dengan cara menyesuaikan pembayaran SPP dengan pendapatan orang tua. Untuk sekilas pembayaran SPP dengan sistem grade ini terlihat adil karena disesuaikan dengan jumlah pendapatan. Namun kenyataannya tidak demikian karena hal ini dirasa cukup membebani para orang tua terutama yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena mau tidak mau mereka harus mengeluarkan biaya SPP  cukup tinggi yang bisa mencapai grade 5 dengan total pembayaran mencapai 5 juta lebih jika kedua orang tuanya bekerja sebagai PNS. 5 juta bukan angka yang sedikit, terlepas dari kedua orang tua yang bekerja sebgai pegawai negeri karena hal itu tidak dapat menjamin bahwa kehidupan dari keluarga A misalnya akan tercukupi. Belum lagi jika disangkutpautkan dengan beban hutang yang dimiliki, jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung, asuransi, jaminan dan sebagainya. Sehingga tidak jarang orang tua dari mahasiswa ini harus berpikir keras bagaimana agar dia dapat membayar SPP dengan tepat waktu bahkan jika itu dengan cara melakukan peminjaman. Karena jika pembayaran tidak dilakukan dengan tepat waktu maka mahasiswa tersebut dianggap mengambil Cuti. Miris memang, seorang mahasiswa tidak dapat melanjutkan kuliahnya sementara waktu hanya karena tidak dapat membayar SPP dengan grade yang cukup tinggi. Hal seperti ini dialami oleh salah satu mahasiswa yang kedua orang tuanya bekerja sebagai PNS. Ini adalah salah satu bukti bahwa pekerjaan orang tua yang cukup tinggi tidak dapat menjamin.

Sedangkan untuk mahasiswa yang orang tuanya bekerja hanya sebagai pedagang, wiraswasta ataupun lain sebagainya di luar menjadi PNS akan mendapatkan grade 1-2 yang pembayarannya hanya berkisar 500 Ribu Rupiah sampai dengan 2 juta Rupiah  yang pada nantinya akan disesuaikan juga dengan pendapatan yang didapatkan oleh orang tua. Perbedaan jumlah pembayaran SPP yang cukup tinggi membuat sebagian dari mahasiswa melakukan pemalsuan terhadap pendapatan yang diterima oleh orang tua mereka dengan tujuan agar mereka dapat menurunkan grade ataupun golongannya. Hal seperti ini akan sangat mudah dilakukan oleh orang tua yang memiliki wewenang cukup besar dalam kantornya sehingga dengan mudah memalsukan data pendapatan yang sebenarnya sehingga pemalsuan tersebut berhasil tanpa diketahui oleh pihak kampus. Sehingga jangan heran jika ada seorang mahasiswa yang orang tuanya seorang PNS membayar SPP tidak lebih dari 2 Juta Rupiah. Jika sudah begitu, bagaimana dengan nasib mahasiswa yang telah membayar SPP dengan pendapatan yang memang seperti itu adanya? Tentunya mereka akan merasa dirugikan. apakah pembayaran SPP dengan sistem ini masih dapat dikatakan adil seperti semestinya?. Jelas tidak, pembayaran spp dengan sistem grade ini belum dapat dikatakan adil karena buktinya masih ada kecurangan dalam sistem pembayarannya. Ada satu hal yang tidak kami ketahui sebagai mahasiswa selaku orang yang aktif membayar SPP di setiap semesternya yaitu apakah tidak ada pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan pihak kampus terhadap data pendapatan yang diperoleh dari masing-masing mahasiswa karena kemungkinan akan terjadinya  kecurangan dalam hal itu cukup besar.

Para mahasiswa bisa saja menyuarakkan ketidakadilan ini kepada pihak kampus terkait dengan pembayaran SPP, namun apa daya keberanian dan kekompakkan untuk menyampaikan aspirasinya dari setiap mahasiswa belum ditunjukkan dan lain dari itu tidak ada lembaga ataupun organisasi yang tepat untuk mendukung apa yang menjadi keinginan mereka . Kebanyakan dari mereka cenderung lebih memilih untuk diam dan patuh dengan pembayaran SPP dengan sistem grade. Ada dua alternatif yang diinginkan oleh mahasiswa yang pertama adalah adanya kebijakan baru terhadap pembayaran SPP dengan cara meratakan pembayarannya  tanpa memandang apa pekerjaan orang tua dari mahasiswa itu sendiri dan yang terakhir adalah dengan diadakannya pembenahan ataupun pengkajian ulang terhadap data pendapatan dari tiap mahasiswa untuk menguji kebenaran dari data itu sendiri.


Pembayaran SPP, Adilkah? Reviewed by Redaksi V 091 on 11/01/2016 Rating: 5 Oleh : Fatimatuz Zahra Berbicara tentang dunia perkuliahan sangat erat kaitannya dengan biaya yang banyak , sehingga seringkali p...

Tidak ada komentar: